Pada suatu malam yang telah kutentukan nanti, bersiaplah
atas kedatanganku. Tak perlu kau siapkan teh hangat atau biskuit cokelat
kesukaanku. Bahkan, kau tak perlu terjaga dari tidurmu untuk sekadar membukakan
pintu lantas mempersilakanku untuk masuk. Sebab, aku telah mengantongi segala
izin yang akan kuperbuat padamu. Kecuali satu hal saja. Dan itu akan menjadi
kejutan.
Pada malam itu, tidurlah dengan nyenyak. Diselimuti
kelelahan setelah bekerja seharian dan meladeni kemacetan Surabaya. Kalau tak
nyenyak, aku yang akan membuatnya. Sebab aku tak ingin berurusan dengan jantungku
ketika bertatapan dengan kedua bola matamu yang teduh sekaligus menantang itu.
Asal kau tahu, dari ratusan lelaki yang kukenal, aku hanya
menemukan mata seperti itu hanya ada padamu, ayahku, dan kakakku saja. Aku
sudah terbiasa dengan mata ayah dan kakakku. Aku mencintainya, dan mereka
mencintaiku. Sedang kepadamu, yang kau cintai bukan aku.
Tak apa, aku akan membuatnya menjadi milikku malam ini.
Meski hanya kedua bola matamu saja.
Telah kupersiapkan segala hal yang berhubungan dengan
kejutan. Roti tart dan lilin angka dua dan tujuh yang bertengger di atasnya, sketchbook
buatanku sendiri yang selalu ingin kau nikmati, jam tangan impianmu agar kau tahu
bahwa membatasi waktu itu perlu, dan lima belas buah balon warna warni agar
senyummu dapat terbuka lebar.
Untungnya, sudah kupastkan kepada Rudi, tetangga kamar tempat
kostmu, bahwa kau tertidur sangat lelap, sehingga aku tak perlu jalan
berjingkat agar tak membangunkanmu.
Seperti yang kuduga. Kau terlelap begitu nyenyaknya, hingga
tak sampai hati aku melaksanakan misiku untukmu malam ini. Namun setelah
melihat fotomu berdua dengan kekasihmu yang tertempel di salah satu dinding,
tekadku makin bulat.
Maafkan aku, alat yang kupakai adalah seadanya. Namun,
teknik yang kugunakan adalah benar. Sudah kubaca di banyak buku dan video
tutorial di internet. Hanya untuk membuatmu terkejut. Di hari spesialmu ini,
aku akan menyederhanakannya menjadi hari yang tak akan kau lupakan seumur
hidupmu.
Kusiapkan semuanya, dan kulakukan seperti apa yang sudah aku
latih agar mendapatkan hasil yang sempurna untukmu.
Ternyata hanya lima belas menit. Dan aku bahagia memandang
toples kosong yang berisi formalin kini berwarna agak kemerahan. Aku melengos.
Ah, kurasa aku sia-sia mempersiapkan roti tar dan segala
bentuk kejutan. Kau tak akan terkejut. Sebab, kedua bola matamu telah hilang. Akan
kubawa pulang sebelum seluruh lilin yang kunyalakan habis dimakan api.
Tapi kau akan terkejut ketika melihat dunia dan wajah
kekasihmu ternyata hitam semua.
*
Rahmadana Junita, yang sedang marah dengan dirinya sendiri.
Surabaya, 21 Januari 2016
No comments:
Post a Comment