Tuesday, November 21, 2017

Payung dan Vitamin C

Surabaya sudah basah. Apa kota tempatmu merantau sudah? Kuharap belum. Sebab jika sudah, kuharap kau dalam kesehatan baik. Cuaca sedang tak menenetu. Kadang terik luar biasa, kadang dingin dan basah. Jaga kesehatan. Aku tidak bisa membuatkanmu sup ayam ekstra merica komplit dengan ceker beserta omelet kentang sebagai pengganti perkedel, lalu membelikan Angsle Biliton kesukaanmu.

Surat ini datang ditemani sebuah payung. Sengaja aku memilih yang kecil agar hanya muat untukmu seorang. Sengaja pula aku memilih yang transparan agar kau dapat memandang langit mendung lantas menitipkan pesan kepadanya. Jika hujan datang terlampau deras, rayakanlah dengan suka cita. Jika hujan datang rintik, lindungi kepalamu. Jangan sampai esok pusing datang dan akhirnya flu menyerang. Maka, bawalah selalu payung ini ke manapun kau pergi. 

Tetap ingat, setelah sampai di kontrakan, langsung bilas seluruh tubuhmu dengan air. Air hangat atau tidak, tak jadi masalah. Aku tahu kau tak akan sempat ―bahkan malas― untuk merebus air. 

Selain payung, juga ada sebotol vitamin C yang berisi 30 kapsul untuk sebulan. Minumlah setiap pagi selesai sarapan. Kau juga harus menjaga stamina. Ingat, aku tidak bisa membuatkanmu sup ayam ekstra merica komplit dengan ceker beserta omelet kentang sebagai pengganti perkedel, lalu membelikan Angsle Biliton kesukaanmu.

Aku tak akan menyuruhmu untuk mengatur pola istirahat, makan, dan olah raga. Selain karena kau tak suka diatur, kau lebih mahir mengatur gaya hidupmu daripada aku. Namun kau sering lalai perkara kecil seperti payung dan vitamin C.

Oh ya, tempo hari aku terjatuh dari sepeda motor. Terpleset lebih tepatnya. Jalanan licin, dan rodanya selip. Hati-hati ketika berkendara dengan kawan atau naik ojek. Ingatkan mereka untuk berkendara pelan-pelan saja. Kau selalu masih punya waktu yang banyak untuk tidak terlambat. 

Jangan lupa juga untuk memakai alas kaki yang anti selip. Jatuh terpleset itu tak enak. Ototmu baru terasa nyeri keesokan harinya. Tak ada yang mengurut kakimu yang terkilir dengan minyak gondopuro dan membuatkanmu teh jahe dengan madu. Maka, selalu berhati-hatilah.

Kalau kekasihmu menanyakan perihal payung dan vitamin C, jawab saja dapat dari menang lotre. Ah, kekasihmu pasti tak tahu kalau kau suka dengan lotre. Apalagi taruhan. Apalagi taruhan dengan hidup.





Yang selalu menyayangimu.

Kakakmu.

Thursday, November 16, 2017

Pesan yang Harusnya Aku Kirimkan ke (Seorang) Kawan


I’ve lost my muse. I can’t write. Is it a writer’s block? Oh, I am not a writer.

Seminggu belakangan, saya tidak bersama Galang. Kamu boleh gembira atau bahagia. Harusnya saya pun. Tapi ternyata, tidak bersama Galang membuat saya tak bisa menulis. He is my muse, my sanity. Narasi yang biasanya mengalir begitu lancarnya di kepala tiba-tiba tersumbat. Diksi-diksi yang biasanya hadir bak kejutan ketika menulis tiba-tiba tak bisa dihubungi. Imaji dan diskripsi yang biasanya saling kejar berdua tiba-tiba bersembunyi entah di mana.

Kamu boleh protes, “Nah, bukankah kamu sedang menulis?” Iya, saya sedang menulis untuk menyampaikan pesan kepadamu. Butuh waktu setidaknya setengah jam untuk menulis satu paragraf di atas. 

Saya sedang menulis cerpen. Storyline, karakter, dan plot; semuanya sudah diracik. Tapi saya tak bisa menyelesaikannya. Alih-alih menyelesaikan, menemukan cara untuk memulai saja tak bisa. Cerpen saya sebelumnya yang berjudul Kelanai Juni begitu amat mudah dikerjakan. Saya ingat betul, saya menyelesaikan cerpen tersebut di McD, sendiri, sampai jam tiga pagi. Seperti orang kerasukan: tangan saya tak berhenti menekan tuts keyboard, sambil neleng, dan ngomong sendiri.

Perlu diakui, muse Kelanai Juni bukanlah Galang Adyatarna. Tapi tentu saja dalam peracikannya, diperlukan Acidum Metaforicum yang cukup banyak untuk menyembunyikan kesan lugas dan denotasi.

Mungkinkah saya sedang kehilangan diri saya sendiri? Sebab tiba-tiba saja menari menjadi kegiatan yang tidak begitu menyenangkan, tak seperti sebelum-sebelumnya.

Ah, kalau berbicara tentang kehilangan diri sendiri, sepertinya terlalu jauh dan rumit. Barangkali saya sedang berada di satu fase yang belum saya namai. Karena memaafkan diri sendiri cenderung lebih susah, maka secara tak sadar saya memiilih untuk untuk menyalahkan ketidakhadiran Galang Adyatarna daripada harus menyalahkan diri sendiri.

Saturday, November 11, 2017

Adyatarna

/1/

Nyaris 2922 hari telah mencari dan berperang

2922 hari berperang
Tanpa genderang sejak hari pertama
Tiada menerjang pun menyerang
Hanya bertahan pada tumpuan

Nasib diburu pada undian lotre
Bertaruh kepada takdir
Masa depan tak mampu dihadapi
Bukankah takdir ada yang meminta?

Tak ada hari depan
Selamanya tak ada hari depan


/2/

Adyatarna, Adyatarna
Berantagonis dengan kenyataan
Daging-daging pendosa
Adalah senjata
Bertikai dan menghunus
Merajuk dan menguasai
Selaksa tombak dan irama

Menari, menarilah di atasnya
Menertawakan emosi di persimpangan
Pada senja di tahun ketiga
Sampai neraka terbakar di tengah kota


/3/

Adyatarna, Adyatarna
Akal telah hilang
Ditelan petak-petak khayali
Lantas menerjang kerumunan

Mengabaikan dosa-dosa
Mengacuhkan cermin
Menatap pada diri
Melibatkan bara dan dendam
Menyelamatkan nyawa-nyawa


/4/
Adyatarna, Adyatarna
Pada hari ke 2923 kelak
Tetaplah menyelamatkan kewarasan
Tetaplah memenangkan keangkuhan
Bermetafor dengan semesta
Dan paradox waktu yang jauh

Nestapa tak dilalui
Duka tak dialami


/5/

Adyatarna, Adyatarna
Yang kucari di sela-sela keramaian
Yang kucari di pameran-pameran wajah
Yang kucari pada kecintaan-kecintaan
Yang kucari pada ketiadaan, kesunyian, kekosongan

Adalah engkau
Adyatarna
Adalah aku