Sunday, December 31, 2017

Jika 2017 Adalah Seorang Kekasih

2017
.
Saya mau pergi.

Saya
.
Silakan. Terima kasih atas semuanya. Atas akselarasi dan pengetahuan-pengetahuan yang saya gak nyangka bisa saya dapatkan ketika sama kamu.

2017
.
Apa perpisahan ini perlu dirayakan?

Saya
.
Tak perlu. Dirayakan atau tidak, toh kita tak akan bertemu lagi. Sama saja, bukan?

2017
.
Iya. 

Saya
.
Saya boleh memelukmu?

2017
.
Sini.
(berbisik) Akan ada tahun-tahun baik untukmu. Semoga ada yang lekas datang dan tak pernah pergi. Tidak seperti saya. Saya selalu berdoa tentang itu.

Saya
.
Amin. Terima kasih.

2017
.
(berbisik) Maafkan saya kalau saya pernah mengecewakanmu.

Saya
.
Kesalahanmu tak sebanyak kebaikanmu. Saya akan terus mengucapkan terima kasih kepadamu. Semoga kamu menjadi masa lalu paling baik. Meski saya tak banyak merekammu.

Terima kasih, 2017.

Thursday, December 28, 2017

Pengalaman Membaca dan Buku

Sudah lama sebenarnya saya memiliki keinginan untuk berbagi cerita tentang pengalaman membaca saya. Entah mengapa, saya amat suka bercerita tentang hal tersebut. Saya selalu menanyakan ke lawan bicara saya (yang suka baca) tentang pengalaman membaca mereka. Menurut saya, itu menarik. Alasan lainnya sih karena saya juga ingin bercerita tentang pengalaman membaca saya.

*

Tadi sore ketika saya membaca buku di sebelah ibu yang sedang mengupas bawang merah, saya iseng bertanya, "Kenapa dulu aku sering diajak ke Gramedia?"

Tuesday, December 26, 2017

Desember dan Januari

Desember belum pergi. Sepertinya ia akan menginap untuk enam hari ke depan. Mari kita jamu Desember dengan kenangan-kenangan indah sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan kita. Barangkali dengan menjamu Desember dengan hal-hal baik tahun ini, ia akan datang menjumpai kita tahun depan. Desember telah mengajari kita bahwa tak ada hal-hal yang benar-benar menetap. Ia akan pergi dan berganti dengan hal lain. Maka sebelum hal tersebut benar-benar pergi, mari beri segala hal baik yang kita punyai.

Januari memang telah kita tinggalkan sebelas bulan yang lalu. Tapi siapa sangka, setelah Desember pergi nanti, Januari yang lain akan menyambut kita. Januari juga telah mengajari kita bahwa apa yang telah kita tinggalkan dapat kita jumpai di masa yang akan datang. Semoga akan tetap seperti itu. Barangkali Januari kemarin atau Januari-Januari sebelumnya telah melukai kita tentang banyak hal. Mau tak mau, suka tak suka, kita harus menghadapi Januari esok.

Hidup memang bukan melulu tentang Desember dan Januari yang berdampingan namun terpisahkan tahun dan kalender. Atau pola datang-pergi seperti yang saya kemukakan di atas.

Kali ini saya ingin menerka tentang sebuah hal yang datang bulan ini. Saya juga ingin membicarakan hal-hal tentang kehadiran tanpa kepergian. Namun saya tak miliki kuasa yang cukup untuk membicarakan tentang hal itu. Barangkali tulisan kak Theo yang ditulis nyaris empat tahun yang lalu (dan kebetulan) tepat pada tanggal ulang tahun saya dapat mewakili:
Tuhan jika memang Engkau memilih dia untuk saya. Saya mau belajar mencintai semua kekurangannya. Buka jalan untuk kami. Kasih hatinya melekat untuk saya. Dan hanya saya yang dia pikirkan di dalam hari-harinya. Bahwa saya menyayanginya. Dan ajar kami punya rasa sayang yang murni. Dan jika memang Engkau memilih dia untuk saya, kasih saya pintar untuk melihat tanda. - Theoresia Rumthe (selengkapnya
 Semoga segala hal baik akan kembali baik pada nantinya.

Friday, December 22, 2017

Hal-Hal yang Aku Suka dari Wajahnya

Aku suka dengan segala hal yang membingkai matanya. Pelipisnya yang menonjol membuat rongga matanya sedikit cekung. Barangkali alisnya tidak simetris, tapi presisi. Bentuk matanya mirip kacang almond dengan sudut kemiringan lima derajad ke atas, sedikit sipit, dan memiliki bulu mata yang lebat. Bulu mata inilah yang membuat yang membuat matanya tampak memiliki bingkai khusus. Bola matanya berwarna cokelat. Jika kesemua hal yang membingkai matanya itu disatukan, akan menciptakan mata yang teduh dan dalam. Meski terkadang bisa menjadi tajam ketika sedang mengintai objek yang akan dibidiknya. Apalagi ia sering menanggalkan kacamatanya ketika sedang bersamaku. Itulah mengapa aku dapat menjelajahi dan menganalisa bentuk mata yang dimilikinya.

Hal lain yang aku suka dari bagian wajahnya adalah giginya. Menurut teman-temanku, hal ini aneh. Tapi menurutku tidak. Kalau ketidaksempurnaan atau kecacatan seperti lesung pipit dan gigi gingsul dapat menjadi nilai tambah seseorang untuk dikagumi, lantas mengapa aku dianggap aneh karena mengagumi gigi taringnya yang timpang? Gigi taringnya timpang. Yang sebelah kanan patah, yang sebelah kiri terlalu runcing. Aku tak hanya mengagumi gigi taringnya yang timpang. Bahkan jatuh cinta! Rasanya, ingin mencoba menggigitnya dengan gemas.

Setelah berbicara tentang gigi, mari berbicara tentang bibirnya. Singkat saja: tipis. Tapi ini tak membuatnya suka banyak bicara. Hal yang paling menyebalkan tentang bibirnya adalah senyumnya yang selalu singkat dan kadang suka mengejekku. Itulah mengapa agaknya sampai di sini saja bahasan tentang bibir.

Turun dari bibir, ada dagunya yang runcing dan rahangnya yang kokoh. Sampai di sini, kurasa bagian dagu dan rahang adalah hal yang aku suka setelah mata dan giginya. Dagunya sedikit ditumbuhi rambut, dan jenggotnya juga tidak ditumbuhi jenggot. Inilah alasan mengapa dagu dan rahangnya menjadi bagian yang aku kagumi. Aku bisa melihat tulang rahang bawahnya nampak telanjang karena hanya diselimuti kulit tanpa ditumbuhi rambut yang berlebih.

Oh, aku belum membahas hidungnya! Sebelum membahas hidung, izinkan aku bercerita tentang kumisnya. Ia memiliki kumis tipis yang tumbuh agak lama dan jarang dicukur. Kumisnya nampak serasi dengan bibirnya. Sama-sama tipis. Keduanya juga bisa menjadi hal yang berseberangan. Kalau aku mulai tak suka dengan bibirnya, aku akan mulai mengamati kumisnya yang menggemaskan itu.

Hidungnya panjang. Sudah, itu saja. Aku sering mengejeknya Pinokio karena ia sering ingkar janji. Kalau hidung Pinokio memanjang ke depan lantaran sering berbohong, barangkali hidungnya akan memanjang ke bawah karena sering ingkar janji. 

Telinganya juga lebar. Jika telinga, hidung, dan matanya disatukan dalam narasi yang singkat, akan menjadi : matanya sipit, hidungnya panjang, telinganya lebar! Haha, seperti apa? Gajah! Tapi tubuhnya tak seperti gajah. Tubuhnya kurus dan tinggi seperti tiang. Kapan-kapan aku akan bercerita tentang bagian tubuh yang lain. 

Hm, apa lagi yang belum aku sebutkan ya? Pipi dan jidat? Oh, pipinya tirus, nyaris cekung. Jidatnya tidak lebar, dan selalu tertutupi oleh rambutnya yang berpotongan shaggy dan berantakan. Ah, aku selalu suka rambut dan seleranya dalam menata rambut ―meski rambutnya hanya akan dicukur ketika ada acara-acara penting yang harus ia datangi. Rambutnya lurus, hitam, lebat, dan agak sedikit kaku. Kalau sudah mulai panjang dan enggan dipotong, ia tak pernah menggunakan bandana atau karet rambut untuk meringkasnya tetapi pakai udeng atau ikat kepala.

Itu baru bagian wajahnya. Belum bagian tubuh lainnya seperti jemarinya yang panjang, punggungnya yang bidang, bahunya yang rata, atau kebiasaan-kebiasaan yang suka ia lakukan secara tak sadar.

*

Monday, December 18, 2017

Tentang Seseorang

Pemuda itu datang lagi. Aku tak tahu pasti siapa ia. Asal usul, sifat, dari mana ia berasal, dan segala hal-hal remeh lainnya. Ia datang berkali-kali seolah tak pernah berkenalan denganku sebelumnya. Ia datang berkali-kali dengan karakter dan nama yang berbeda.

Yang jelas, pakaian yang membalut tubuhnya yang kurus dan tinggi selalu sama: kaos oblong berwarna abu-abu, flannel coklat, celana jeans biru gelap sedikit belel, sneakers Converse High berwarna hitam yang sedikit buluk, tas ransel besar seperti karung berbahan kanvas tebal berwarna khaki, kacamata dengan bingkai tipis yang selalu digantungkan di leher kaosnya. Rambutnya juga selalu sama: lebat, hitam, legam, berpotongan shaggy, berantakan, menutupi setengah telinga dan tengkuknya. Aku tak begitu mengenal matanya. Barangkali karena terlalu dalam dan teduh.

Beberapa bulan yang lalu kami bertemu di kereta dalam sebuah perjalanan. Kala itu aku tak begitu senang dengan perjalanan. Rasa-rasanya aku ingin menetap saja tak ke mana- mana. Lalu ia hadir. Ia menamai dirinya dengan nama Kelana. Ia mengajakku untuk berpindah kota secara acak. Tanpa bertukar asal, tanpa peduli tujuan yang sebenarnya. Tanpa punya tujuan lebih tepatnya.

Sekitar satu bulan yang lalu ia hadir lagi. Dengan nama Kyano. Pekerjaannya adalah memperbaiki ingatan orang lain. Ia memiliki mantan kekasih bernama Layung. Waktunya terjebak di jam tangan analognya. Pukul 9:12, 12:12, dan 04:04. Tiga jam tangannya mati di tiga waktu tersebut. Cuma aku yang memperhatikan hal itu. Katanya, cuma jam tangan itu yang membuatnya selalu ingat akan mantan kekasihnya. Dan cuma aku yang mampu mengingatkannya dengan mantan kekasihnya.

Belakangan aku tak tahu harus ke mana. Tak tahu harus ke stasiun mana. Terminal juga jauh. Ingin naik kapal, tapi aku tak tahu pelabuhan mana yang harus aku tuju. Aku seperti hilang arah. Pemuda itu datang lagi. Kali ini duduk di sebelah kananku. 

"Tidak pulang?" Tanyanya tiba-tiba. 

Aku menggeleng. "Aku tak punya rumah."

"Apakah pulang harus ke rumah?"

Tentu saja tidak. Aku menggeleng lagi. "Namaku Muara. Aku biasa pulang ke lautan. Tapi kali ini aku tak tahu harus ke mana."

"Aku Kian, dan aku punya tenda. Kalau lelah, istirahatlah. Jangan menyerah. Tapi tendaku cuma satu."

"Kita harus bergantian terjaga. Tak apa?"

"Tak apa. Di sini tak ada naga, kau tahu itu. Malam akan selalu panjang. Kita tak akan pernah bisa membunuh malam dan menjadikan hari selalu siang."

"Kita harus buat perapian. Yang terjaga harus menjaga api agar tetap menyala. Bukankah begitu?"

Ia mengangguk. "Yang terjaga harus menjaga. Begitu kesepakatannya?"

"Tepat. Sebab hidup adalah belantara."

Kurasa hari akan menjadi malam. Seperti puisi Chairil Anwar. Aku dan Kian bergantian terjaga. Tak ada percakapan lain selain tentang kayu kering yang harus dibakar agar perapian tetap menyala atau informasi tentang binatang buas yang kita curigai sedang mengintai.

Entah sampai kapan aku harus tidur di tenda Kian dan membuatnya tak dapat melanjutkan perjalanan.