Monday, February 29, 2016

Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti

Aku patah hati. Bukan, tentu saja bukan karena lelaki. Itu sudah kujauhkan dari hari-hari sebelum ini. Melainkan karena kecintaanku.

Sanggar tempatku menari selama hampir setengah tahun belakangan ini tutup. Padahal baru saja berdiri lagi lima bulan yang lalu, setelah bertahun-tahun vakum.

Baru tadi sore aku mengetahuinya dari Hesti, anak dari sang empunya sanggar. Ingin menangis, rasanya.

Alasan selama ini untukku beristirahat, meninggalkan sejenak tanggung jawab dan kesibukan, untuk suatu kecintaan yang baru saja hadir dan dipersilahkan oleh semesta untuk menjalaninya, kini berhenti sejenak.

Untuk beberapa waktu kedepan, aku tak lagi pandangi mata dari anak-anak kecil ketika menghapal gerakan. Yang begitu menyenangkan dan membuatku berdecak dan menyesal mengapa aku baru saja menemukan kecintaan ini.

Untuk sementara waktu, aku sedikit bisa untuk melupakan seorang yang suka berkata, “Perempuan yang menari tu, cantik-cantik.”

Sejenak. Aku yakin ini hanya sejenak. Hatiku tak lama lagi akan bertumbuh menjadi suatu yang lain. Yang lebih mencinta dan tak menjadikannya sia-sia. Seperti kata Banda Neira:

Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Yang hancur lebur akan terobati
Yang sia-sia akan jadi makna
Yang terus berulang suatu saat henti
Yang pernah jatuh ‘kan berdiri lagi
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti