Friday, July 29, 2016

Menyelami Jagad Adi Januardhanu

Lahir 28 tahun yang lalu. Tepatnya 28 Januari 1988. Di Solo. Ketika lahir, ayahnya menghilang entah kemana, sedang ibunya dalam keadaan kritis. Nama Jagad Adi Januardhanu adalah pemberian dari pakdenya, Pak Langgeng.

Memiliki tinggi 170 cm dan berat 65 kilogram. Memiliki wajah yang jawa banget : bulat. Bermata kecil dan cekung dengan bulu mata yang agak lebat, tapi tidak lentik. Kata orang jawa, alisnya nanggal sepisan, giginya miji timun, hidungnya sederhana, dan bibirnya tipis. Rambutnya hitam legam dan lembut, selalu dipotong rapih. Jika disatukan, Jagad memiliki komposisi muka yang teduh. Ia sering berkata kepada wanita yang menjadi incarannya, “Kau tak hanya bisa berteduh di bawah topiku. Tapi juga pada wajahku.”

Pakaian kesukaannya adalah kaos hitam atau abu-abu dan sweater atau flannel berwarna tua seperti merah bata, hijau lumut, atau biru donker. Jam tangan digital berwarna hijau tua pada pergelangan tangan kanan, dan bermacam gelang dari penjuru dunia pada pergelangan tangan kiri. Gelang-gelang yang didapat dari pertemanannya dengan orang asing yang sering ditolongnya. Celana panjang warna tua, sepatu coklat tua dan topi.

Pekerjaannya kini adalah menjadi barista lompat kafe. Tapi baginya, profesi yang sesungguhnya adalah pengamen dengan bayaran pertolongan lainnya. Ia lebih suka dibilang pengamen ketimbang musisi. Ia suka musik. Meski hanya bermodalkan mengaransemen puisi-puisi milik sepupunya.
Kemampuannya bermain gitar dapat membuat semua perempuan dapat mudah ditaklukkan. Pada kesempatannya mengamen, nyaris setiap perempuan yang menyaksikan tak berkedip untuk melihatnya berdendang. Matanya congkak dan nakal. Alis dan senyumnya selalu dimainkan.

*

Jagad kecil sudah teribiasa hidup dan bermain tanpa kehadiran ayah dan ibunya. Ayahnya pergi entah kemana. Dalam seminggu, barangkali hanya dua kali Jagad bertemu dengan ayahnya. Ibunya, Ibu Lestari, harus bekerja siang malam untuk memenuhi kebutuhan Jagad. Maka tak jarang Jagad dititipkan di rumah kakak dari ibunya, Ibu Pertiwi, istri dari Pak Langgeng. Lalu bermain dengan Adya.

Memasuki bangku SD, tanpa diminta, Jagad lebih sering pulang ke rumah budenya yang bisa menjanjikan makanan hangat yang enak dan mainan yang banyak ketimbang harus pulang ke rumah lalu berhadapan dengan makanan yang sudah dingin. Atau jika kurang beruntung, ia harus melihat kedua orang tuanya bertikai. Jika sudah dalam keadaan seperti ini, sebelum masuk bangku SD, ibunya selalu mengutusnya untuk ke rumah budenya. Dan Jagad selalu menurut dengan kegirangan.

Apalagi ketika adik Adya lahir. Jagad adalah anak yang paling gembira ketika itu. Teman bermainnya bertambah satu. Ahista Pradnyani namanya. Dengan sukarela, Jagad memanggilnya dengan nama Ais. Dan Ais selalu tertawa ketika Jagad datang sepulang sekolah dengan bau asam yang menusuk.

Jagad dan Adya tak begitu dekat ketika itu. Sekolah mereka berbeda setahun. Ketika Jagad kelas 1, Adya masih duduk di bangku TK. Jagad naik ke kelas 2, Adya baru duduk di bangku SD. Jagad baru pulang, Adya baru saja akan tidur siang. Lingkungan pertemanan mereka berbeda. Jagad lebih suka bermain dahulu sebelum memutuskan untuk pulang, sedangkan Adya selalu sampai rumah tepat waktu.

Sebenarnya, Jagad adalah anak yang cerdas. Meski tak pernah mengerjakan PR, ia selalu mengangkat tangan paling cepat jika pertanyaan dilempar ke kelas. Sering dihukum karena selalu memberi contekan dan berkelahi di kelas. Menurut gurunya, Jagad mencari perhatian sebab ia tak begitu dihiraukan oleh orang tuanya.

Memasuki kelas tiga, Jagad lebih sering membolos. Ditambah lagi perceraian orang tuanya. Ayahnya pergi entah kemana. Tanpa pamit atau memberikan wejangan khusus untuk Jagad. Ibunya pergi menjadi TKW. Jagad merasa dicampakkan. Ia tak pernah pergi ke sekolah setelah itu. Ini membuatnya tinggal kelas.

Sebelum ibunya pergi, Jagad dititipkan ke budenya. Bude yang selama ini ikut mengasuhnya. Ibunya berpesan bahwa Jagad tidak boleh merepotkan. Jagad hanya mengangguk dan menolak pelukan ibunya. Tanpa tangis, Jagad mengantarkan Bu Lestari.

Sejak saat itu, Jagad tinggal serumah dengan keluarga pak Langgeng. Ia kini sekelas dengan Adya. Keduanya semakin dekat. Apalagi Jagad selalu mengajak Adya berbuat nakal, sedang Adya selalu mengajak Jagad untuk taat peraturan.

Bu Tiwi mengasuh mereka laiknya sesama anak sendiri. Sedang pak Langgeng tidak. Beliau lebih keras kepada Adya, kepada Jagad beliau membebaskan. Ini membuat Jagad dan Adya sering bersekongkol untuk membuat kenakalan. Bagi Adya, Jagad adalah celah kebebasan yang susah ia dapat jika mereka tak serumah. Bagi Jagad, Adya adalah pengingat bahwa ada yang harus dibalas untuk keluarga yang selama ini mau menampungnya.

Mereka tumbuh besar bersama. Seperti dua sejoli yang tak dapat dipisah. Jagad selalu menimbulkan keributan. Dan Adya yang pendiam dan pemikir sering melerai lantas memberi ceramah-ceramah sarkas kepada sepupunya.

Rokok pertama Jagad adalah kelas 3 SMP. Tapi ketika itu, ia tak sering menghisapnya. Hanya sesekali mengincipi milik teman. Ketika kelas 2 SMA, Adya ketularan.

Meski tak jarang bertengkar, keduanya tak pernah memperebutkan sebuah hal bernama perempuan. Keduanya memiliki tipe yang berbeda. Jagad suka perempuan cantik, dan semua perempuan yang ia inginkan selalu dapat ia taklukkan. Sedangkan Adya suka perempuan yang polos dan berani.

Ketika SMA, Jagad adalah playboy kelas kakap. Ia pernah memacari 3 wanita sekaligus, dan ketiganya bertahan kurang lebih masing-masing setahun. Baginya, kalau ia memiliki kemampuan untuk menaklukkan hati perempuan, mengapa tak digunakan?

Jagad juga jarang di rumah. Musiknya tidak satu selera dengan Pak Langgeng dan Adya : campur sari. Ia lebih suka pergi ke luar, menonton gigs band indie Bandung, lalu berkenalan dengan mereka. Sampai akhirnya ia jatuh hati kepada musik.

Selama ini, uang kiriman ibunya tak pernah ia gunakan. Selalu diberikan ke budenya. Dan ia selalu menolak uang saku dari budenya. Menurutnya, jajan di sekolah itu ndak perlu. Yang penting kenyang sarapan di rumah sudah cukup. Atau terkadang, ia menraktir Adya barang-barang mahal atau kaset impor incaran Adya.

Tahun 2007, mereka masuk ke bangku kuliah, Jagad dan Adya berpindah ke Yogya. Jagad mengambil sekolah perhotelan selama tiga tahun, dan Adya masuk di jurusan Sastra Indonesia di UGM.

Tak lama setelah tinggal di Yogya, ia membuat tatto pertamanya. Letaknya di balik siku lengan, hasil ilustrasi Adya sebagai kado untuk ulang tahunnya yang ke 19. Adya memberikannya sebuah illustrasi surealis dari gitar yang diimpikan Jagad. Karena Adya tak memiliki cukup uang, maka ia memberikan illustrasi tersebut kepada Jagad.

Tahun pertama di Yogya, Jagad iseng untuk bermain gitar di sebuah acara seorang teman. Ia begitu saja menawarkan dirinya untuk mengisi acaranya. Tak perlu dibayar, katanya. Cukup terima kasih dan doa semoga dirinya tetap sehat walafiat dan diberikan rizki yang berkecukupan agar bisa mengamen tanpa perlu dibayar.

Ia bekerja part time di sebuah kafe milik kakak temannya. Kadang menjadi waiter, membantu di dapur, atau malah ngejam ketika malam minggu.

Tak jarang beberapa kali Jagad membawakan lagu yang ia aransemen dari puisi-puisi bikinan Adya. Hanya satu-dua, tak banyak. Sebab ia lebih suka melihat penontonnya berdendang bersama karena lagu yang tak asing ketimbang harus bangga dan autis sendiri membawakan karyanya.

Kemampuan gitarnya yang mahir membuatnya semakin nakal dalam menggoda perempuan.

Pada tahun 2009, Jagad memiliki peran penting dalam keputusan hidup Adya. Ikut merayu dan membujuk Pak Langgeng agar Adya diperbolehkan untuk mengambil studi Desain di luar Jawa, meninggalkan pendidikannya saat ini.

Pak Langgeng tidak mengizinkan. Adya bertikai hebat dengan ayahnya. Jagad tak tahu pasti bagaimana pertikaian tersebut terjadi. Yang jelas, Adya tak mau lagi pulang ke rumah. Dan Jagad selalu mendukung Adya untuk mengejar mimpinya. Akhirnya, Adya pergi.

Tapi pada November 2009, pesawat Adya hilang. Bangkainya tak diketemukan. Hati Jagad terpukul. Ia tak berani pulang ke Solo selama satu tahun. Merasa bersalah dengan pakde dan budenya telah mengompori Adya untuk mengejar mimpinya.

Semua puisi Adya digubahnya sebagai kemarahan atas dirinya sendiri. Yang bercerita tentang kebahagiaan, digubahnya dengan irama yang menyayat hati. Yang bercerita tentang kebahagiaan, dibawakannya dengan riang.

Sekar, calon kekasih Adya lah yang dapat menyembuhkan rasa bersalah Jagad. Dengan memberikan sebuah kesibukan baru. Jagad bergabung di sebuah komunitas Teater di Yogya yang salah satu anggotanya adalah teman Sekar. Perannya di komunitas tersebut tidak jauh-jauh dari musik. Kebetulan, komunitas tersebut akan mengadakan pentas kolosal besar. Jagad menjadi setengah otak dalam peracikan komposisi musik pentas tersebut.

Pelan-pelan, Jagad mulai mengikhlaskan Adya. Meski seringkali rasa bersalah itu masih ada.

Februari 2011, ia tamat kuliah. Tanpa pikir panjang, ia langsung pindah ke Bali. Menelusuri jejak-jejak yang sering diceritakan Adya. Barangkali itu dapat menjadi pengobat rindu baginya. Tentu saja dengan meminta pertolongan kepada teman-teman yang pernah ditolongnya pada masa silam.

Pada suatu kesempatan, banyak mantan kekasihnya mengunggah foto pernikahan. Nyaris secara bersamaan. Tak lama setelah itu, undangan dari teman SD, SMP, SMA, dan kuliah datang menyerbunya. Lantas ia teringat akan komitmen yang ayah dan ibunya buat. Ia membenci kedua orang tua yang menurutnya telah pergi secara tak masuk akal. “Kalau pada akhirnya saya ditinggalkan, mengapa harus menghadirkan saya?” begitu yang selalu ia pertanyakan.

Lalu ia sadar, bahwa sebuah hubungan dengan manusia berjenis kelamin perempuan, pada akhirnya akan berakhir di pelaminan. Ketakutannya adalah ia akan menjadi seorah ayah seperti ayahnya. Ia tak mau menyakiti hati seorang perempuan. Maka ia memutuskan untuk membenci sebuah pernikahan.

Setelah keputusan itu, ia merekam lagu-lagu yang pernah dibuatnya. Dengan modal studio rumah pinjaman sukarela dari temannya dan sebuah aplikasi yang bernama Soundcloud.

Hingga hari ini, meski namanya tak begitu terkenal, tapi ia begitu dapat menikmati hidupnya. Menjadi barista lompat dan ‘pengamen’ dengan nama panggung : Jagad Adyatarna. Adyatarna adalah nama belakang sepupunya.

*

Dialog saya dengan Jagad : 
Saya : Halo mas Jagad. Gimana fansnya? 
Jagad : Halo. Saya harap mereka baik-baik saja. Agar dapat mendengarkan musik saya. 
S : Langsung saja ya, Mas. Saya hendak bertanya. Mas Jagad percaya cinta? 
J : Percaya 
S : Lalu, mengapa Mas memutuskan tidak menikah? 
J : Cinta dan pernikahan adalah dua hal yang berbeda. Cinta itu buta, tak dapat dikendalikan. Iya kan? Sedangkan menikah adalah rumit. Tak hanya menyatukan dua manusia, tapi juga dua keluarga, persetujuan dua belah pihak, dan lain-lain. Adakah syarat di KUA yang berisi tentang calon kedua mempelai harus saling mencintai? Hmm, banyak juga teman saya yang menikahi orang yang tak dicintai. Teman kamu banyak juga, kan? Dan mencintai tak harus dinikahi. 
S : Oh.. Saya berduka atas meninggalnya sepupu Mas Jagad. 
J : Terima kasih atas dukanya. Adya orang baik. Banyak yang kehilangan dia. Bahkan orang-orang yang tak dikenalnya sekalipun. 
S : *tersenyum sambil mbatin*

*

Tulisan panjang di atas adalah fiksi dan sebuah pemenuhan hasrat untuk pendalaman karakter sebuah cerita. Baru kali ini saya membuat karakter tukang protes. Ia memilih sendiri tanggal lahirnya. Semula 8 Februari 1988 (8-2-88). Lalu, setelah saya menemukan versi cetaknya, ia setuju tanggal lahirnya dirubah menjadi 28 Januari 1988 (28-1-88). Lalu, beberapa minggu belakangan, ia meminta angka 5289 (5 Feb 1989) menjadi tanggal ulang tahunnya. Katanya, kelahiran 1988 terlalu tua untuknya. Bagi kalian yang sudah tahu siapa ‘kiblat’ Jagad ini, silakan mesem-mesem sambil membayangkan versi cetak Jagad. Apakah sudah terbayangkan?

Bagi kalian yang sedang menerka siapa Jagad versi cetak yang menjadi ‘kiblat’-nya, silakan ditebak sendiri. :p

×××, 
Rahmadana Junita