Bagaimana langit Adelaide? Apakah sama seperti yang digambarkan Adhitia Sofyan?
Langit Surabaya masih biru. Panas sekali. Tapi belakangan mendung dan hujan. Barangkali masih seperti yang kamu ingat delapan tahun lalu.
Beberapa tahun belakangan aku mencoba beberapa hobi baru yang tidak berkaitan dengan kamu. Bukan karena ingin melupakanmu. Tapi karena aku ingin menahan diri untuk tidak bercerita tentang banyak hal di antara kita yang beririsan itu; film klasik yang diputar di layar lebar, buku yang tokohnya mengingatkanku padamu, Jogja yang makin panas dan sangat turistik itu, buku filsafat yang aku temukan di kamar adikku, dan banyak hal lain.
Ini sungguh tidak adil. Aku menyukai hobi-hobi itu sebelum aku bertemu kamu. Lalu kini aku enggan menyentuhnya lagi karena aku takut mengingatmu dan harus menahan diri untuk menghubungimu.
Lebih bajingan lagi, ingatanku tentangmu terputar jelas di kepala pada hobi-hobi itu: kemaja kotak-kotak dan posisi menunduk membaca buku ketika menungguku untuk bertemu di kios kopi, kepalamu yang meneleng itu dengan menyembunyikan tangan di belakang punggung ketika berhadapan dengan karya seni, mata memicing atau menutup sebelah atau mengerutkan alis ketika kameraku mengarah padamu, rona merah padam pada mukamu ketika aku menyerahkan cerita pendek buatanku tentangmu, dan lain lain lain lain.
Tapi kini belakangan aku kembali menyukai hobi hobi itu. Aku pergi berkelana, ke Jogja. Aku membaca buku lagi. Entah kenapa belakangan sensitivitas kosakataku kembali. Aku kembali menulis hal-hal kecil untuk diriku sendiri. Sepertinya aku lebih cocok menulis untuk diriku sendiri meski aku mampu menghasilkan karya-karya yang lebih besar. Aku rindu sekali menulis. Aku juga kembali suka menonton film. Baru saja aku membeli tiket terusan 3 film akhir pekan ini. Kamu tahu, Opera Jawa diputar di pembukaan JAFF tahun ini. Citizen Kane diputar di layar lebar di Jakarta. Aku ingin sekali membaca Anak Bajang Mengayun Bulan yang bercerita tentang tokoh wayang favoritmu, Karna. Bapak kini suka menonton wayang dari ponselnya kalau kamu ingin tahu kabarnya. Bulan depan ibu pensiun kalau kamu ingin tahu kabarnya. Itu saja.
Ada satu hobi baru yang sama sekali tidak mengingatkanku padamu. Hobi yang sangat sepi dan sepertinya tidak akan aku izinkan sembarangan orang masuk untuk membuatnya terasa semakin menyenangkan. Sebab yang telah terjadi adalah ketika hubungannya asing, hobinya ikut asing. Aku tidak mau hal itu terulang untuk yang ketiga kali.
Aku juga bertemu dan bercakap dengan orang-orang baru. Hal yang paling bajingan dari fase ini adalah aku selalu membandingkan mereka denganmu: ah pemikirannya tidak tajam, ah ketikannya tidak sesuai kaidah berbahasa, ah tidak mampu memantik percakapan yang menarik, ah wawasannya cetek, dan lain lain lain.
Tapi mungkin aku akan bertemu seorang yang tidak seperti kamu dan itu yang membuatku mau.
Barangkali jika nanti hatiku telah jatuh pada yang lain, aku tak mungkin bisa menulis banyak tentangnya. Biarkan ia menjadj pusat duniaku, sedangkan kamu telah menjadi pusat imajiku. Agar aku terus menulis dan punya karya. Ingat, kamu punya utang nyawa untuk satu cerita pendek yang belum selesai.
No comments:
Post a Comment