Wednesday, December 13, 2023

24fps.


Galang dihadirkan karena aku tidak sanggup menghadapi lima perasaan yang datang secara bersamaan ketika aku berusia 16 tahun: kesepian, iri, tidak diinginkan, kehilangan, dan diabaikan. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kalutnya perasaanku kala itu ketika harus berhadapan dengan perasaan tidak nyaman tersebut; sehingga harus membuat tokoh khayalan yang hanya hidup di kepalaku.

I was sick. Selama 14 tahun aku menipu diriku. 

Tahun kemarin, tiga belas tahun kemudian, aku mulai memberanikan diri untuk menghadapi perasaan-perasaan itu. Aku mau belajar berjalan dengan satu roda karena aku mau belajar berkompromi dengan satu roda lain yang akan menemaniku menghadapi terjalnya hidup.

Setahun ini rasanya kepayahan. Namun aku cukup mampu dan berani menghadapi satu persatu trauma yang muncul. Lalu datanglah lima hidangan itu secara berurutan: belum selesai merasakan kesepian, datanglah tidak diinginkan, lalu iri, lalu kehilangan teman sekantor, lalu terabaikan.

Aku pingin pulang. Aku pingin pulang ke rumah yang dindingnya terbuat kaos abu-abu semen dan jaket merah bata dengan lantai celana kargo krem selutut dan atap rambut acak-acak. Aku ingin pulang ke pemuda bertelinga empat dan nir-ego.

Aku datangkan ia kembali setelah satu tahun menjalani hidup dengan satu roda.

Lalu muncullah ide untuk dapat menyekapnya dalam potret dan tulisan. Sekaligus berbicara pada dunia tentang betapa sepi, sengsara, sakit, dan kosongnya aku. Apalagi sebagian besar inspirasi dan doronganku untuk menulis adalah Galang Adyatarna. Doronganku untuk mempelajari dan melakukan banyak hal juga Galang Adyatarna. Masa-masa yang membuat hidupku lebih hidup juga karena di kepalaku ada Galang Adyatarna.

Jadi aku aku akan membuat proyek tentang Galang Adytarna di Kabelegi:

24 semester, 24 jam, 24 tempat, dan 24 frame dalam 1 detik. 24fps.

Tentu saja aku skeptis dengan proyek ini.

Pertama, seperti proyek-proyek lainnya, proyek ini pasti tidak selesai karena ada proyek lain yang lebih menarik bagiku.

Kedua, kupikir aku akan sedikit gila. Ah, aku memang gila. Aku memang selalu merasa kesakitan selama 14 tahun belakangan. Aku selalu meminta tolong, namun sepertinya tidak ada yang mengindahkan. Aku selalu mencari bahasa yang tepat untuk menyampaikan segala luka dan kesakitanku lewat tulisan tapi sepertinya juga percuma.

Ah, ternyata ada 3 hal yang membuatku skeptis: tidak selesai, terlihat sakit, dan tidak ada yang akan peduli. Tapi ya, kalau dipikir-pikir, siapa tahu cara ini adalah cara yang tepat untuk mengakhiri kesakitan dan berkomunikasi dengan dunia bahwa aku sakit.

Kita lihat nanti.

No comments:

Post a Comment