+
|
Aku
ingin pergi jauh dari kotaku. Barangkali akan jarang pulang.
|
-
|
Katamu,
Surabaya kota kenangan.
|
+
|
Tidak bagiku.
Apa yang harus dikenang? Kenangan tentangmu saja tak ada di dalamnya.
|
-
|
Aku tak
ingin melukai kotamu.
|
+
|
Bagaimana
jika, aku menemui kepulanganku tiap kali bertolak dari Surabaya? Lalu semua
kenangan tentangmu ada di semua kota selain Surabaya. Kau telah melukai semua
kota
|
-
|
Surabaya
tidak.
|
+
|
Tapi
aku tak suka kota ini. Surabaya bukanlah kepulanganku.
|
-
|
Pulang tak
selalu ke rumah.
|
+
|
Aku tak
sedang bicarakan tentang pulang. Kau tak mahir tentang itu.
|
-
|
Tapi kalau
rumah makan...
|
+
|
Mas!
|
-
|
Kita. Kita
tak mahir tentang hal yang berkaitan dengan pulang. Kau tak pernah merantau.
|
+
|
Enam
tahun merantau, kau tak pernah rindu rumah.
|
-
|
Sudah kau
dengarkan lagu-lagu Silampukau?
|
+
|
Sudah.
Mengapa?
|
-
|
Barangkali
jika kau merantau, lalu bertemu lagu mereka di telingamu, tiba-tiba kau rindu
Surabaya.
|
+
|
Kupikir
mereka tak cukup kuat untuk membuat aku menjadi manusia yang ingin pulang.
|
-
|
Ingatkah, kau
pernah merengek sejadi-jadinya untuk memaksaku pulang ke tanah kelahiranku?
|
+
|
Tiap malam,
tiap percakapan.
|
-
|
Masing-masing
kita sering membuat perintah secara tak langsung untuk pulang. Pulang ke rumah,
ke tanah kelahiran.
|
+
|
Bukankah
kita sepakat kalau pulang tak selalu ke rumah?
|
-
|
Nah! Aku
menemui kepulanganku pada perjalanan-perjalanan.
|
+
|
Aku
menemui kepulanganku ketika bertolak dari Surabaya.
|
-
|
Tak bisakah
kita pulang berdua?
|
+
|
Menemui
kepulangan pada perjalanan?
|
-
|
Iya.
|
+
|
Tapi
itu mustahil.
|
-
|
Aku tahu.
|
+,
rahamnita
|
Sunday, April 23, 2017
Perjalanan/Pulang
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment